Showing posts with label Cerita. Show all posts
Showing posts with label Cerita. Show all posts

Sabtu (21/10) lalu, aku berkesempatan mengikuti agenda Studi Wawasan IMA chapter Sleman yang bekerjasama dengan Disperindag Sleman. Kami berkunjung ke dua destinasi wisata dan edukasi yang ada di daerah Kaliurang.

Kunjungan pertama ke Omah Jadah Kaliurang yang letaknya berdekatan dengan Telogo Putri. Jadi, kalau kamu main ke Kaliurang atas bisa sekalian mampir ke sini. Tidak hanya melihat langsung proses pembuatan jadah tempe, kamu juga bisa membeli aneka produk UMKM Sleman. Mulai dari makanan, kerajinan tangan dan fashion. Produknya unik-unik deh, jarang ditemui di tempat lain. Ada aneka olahan salak, kopi, emping talas, pai susu, kerajinan kulit, ecoprint dan masih banyak lagi.

IMA Sleman

Kami diperbolehkan masuk kedalam tempat produksi jadah tempe dan mencicipi produk yang sudah jadi. Tempatnya cukup luas dan bersih dengan beberapa pekerja. Ada yang memasak bacem tempe dan membuat jadah. Peralatan yang digunakan sudah modern dan ada jadah tempe frozen juga buat oleh-oleh atau dikirim ke luar kota.

Jadah tempe ini makanan khas Yogyakarta. Penemunya adalah Sastrodinomo, seorang carik atau sekretaris desa di sekitar Kaliurang. Dulu beliau mempersembahkan nasi jagung untuk Keraton. Tapi suatu ketika, beliau diminta membawa makanan yang lain. Jadilah, Sastrodiromo berinovasi membuat jadah tempe. Ternyata camilan ini malah jadi kesukaan Sri Sultan HB IX. Hingga saat ini jadi camilan khas Yogyakarta. Belum lengkap kalau kamu ke Kaliurang tanpa beli jadah tempe.

Ketua Sentra Jadah Tempe Kaliurang Bejo Wiryanto menjelaskan, jadah tempe juga ada filosofinya. Tempe berwarna merah dan jadah berwarna putih merupakan symbol bendera Indonesia. Selain itu, kalau makan jadah tempe, tempenya harus diatas. Sebegai symbol, hidup itu harus pahitnya dulu (rasa jadah yang tidak manis pertama kali menyentuh lidah) lalu baru manis (rasa tempe). Jadi ya hambar dulu baru manis kemudian, gitu lah.

Omah Jadah Sleman

Presiden IMA Chapter Sleman 2021-2023 ialah RR. Mae Rusmi Suryaningsih juga merupakan Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Sleman mengatakan agenda IMA chapter Sleman ini bertujuan untuk promosi wisata dan produk UMKM Sleman. Karena, mereka yang datang bisa membagikan pengalamannya kepada masyarakat luas. Hadir pula Bupati Sleman Kustini Sri Purnomo.

"Saya atas nama Kabupaten Sleman, mengapresiasi dan mendukung IMA atas terselenggaranya acara pada pagi hari ini. Saya merasa bangga bahwa dengan IMA kita selalu kolaborasi baik pemerintah dan pelaku wisata di Sleman,” ungkap Kustini.

Agenda kedua adalah kunjungan ke Nara Kupu yang letaknya di area Kaliurang juga. Tempatnya luas banget, ada kebun dan pemancingan juga. Sangat cocok kalau mau bikin kegiatan buat banyak orang. Sayangnya, di sini kami hanya makan dan tidak berkeliling. Tapi, bersama teman-teman blogger kami sempat berbincang dengan salah satu pemiliki Nara Kupu, bapak Hani.

Nara Kupu

Beliau menjelaskan kalau Nara Kupu memberdayakan masyarakat sekitar untuk menanam sayuran secara hidroponik. Hasilnya dijual oleh Nara Kupu dan dijadikan masakan. Tapi gak mahal-mahal amat, tetap merakyat, karena hasil panen sendiri. Nara Kupu ingin membuat ekosistem sekitarnya menjadi lebih baik dengan menggunakan produk ramah lingkungan dan mengajak masyarakat juga peduli lingkungan.

Masuknya gratis, tapi kalau mau memancing dan memberi makan rusa bayar ya. Cocok banget datangnya sambal menikmati senja terus makan malam bakmi Jowo yang ada di Nara Kupu. Pulangnya beli sayuran segar organik.

 Jalan-jalan bareng Searah Rasa kedua kalinya, kami berkunjung ke roti Kolmbeng Pak Giman dan Pabrik Gula Sewugalur. Dua hal yang baru aku tahu ketika mengikuti kegiatan ini. Tema Searah Rasa kali ini adalah “Djejak Manis Kulon Progo”. Penjelajahan akan menelusuri cerita-cerita dan jejak-jejak kebudayaan tentang sejarah perkebunan gula dan dinamika penggunaan gula pada kudapan lokal.

Setelah berkumpul di alun-alun wates, kami bersama-sama menggunakan bus menuju rumah Pak Giman. Letaknya tidak di dalam kota, tapi di desa yang bisa dibilang sepi. Kebun jati terhampar luas dan jalannya dibuat dari cor beton. Benar-benar desa yang akan sepi di malam hari, tetangganya jauh-jauh. Kami berjalan kaki menuju rumah Pak Giman yang sekaligus dijadikan tempat produksi. Tempatnya sederhana, sepetak ruangan berlantai semen yang penuh dengan alat-alat produksi. Ada oven tanah liat, pengaduk adonan, dan cetakan. Tampak dua pekerja yang sedang membuat roti dan menata roti yang sudah matang.



Roti Kolmbeng


Giman Ciptodiyono yang sering dipanggil Pak Giman sudah membuat roti Kolmbeng sejak tahun 2000-an tahun. Dulunya Pak Giman bekerja pada pembuat roti di daerah Pakualaman, tapi karena semakin sei akhirnya membuka sendiri di rumahnya. Hingga saat ini sudah diteruskan hingga tiga generasi kepada cucu laki-lakinya. Keluarga ini menjadi salah satu pembuat roti legendaris yang sudah sangat jarang ditemukan di pasaran. Roti Kolmbeng, merupakan roti jaman Belanda yang saat ini sudah tidak banyak dikenal generasi masa kini.

Roti Kolmbeng berasal dari kata kolo emben atau kolo mbiyen yang berarti zaman dahulu. Bahannya sangat sederhana, yaitu tepung terigu, tepung tapioka, gula pasir, dan telur. Salah satu yang membuat roti ini unik adalah tepung tapioka. Membuat tekstur roti gering diluar dan legit di bagian dalam. Rasanya manis gurih dan sangat cocok menjadi teman minum the atau kopi. Soanya kalau gak ada minum bisa seret makan roti ini.

Roti Kolmbeng

Roti Kolbeng dijual Rp 1000 kalau di rumah Pak Giman, tapi kalau sudah di pasar bisa mencapai 1500-1700 rupiah. Roti ini dijual ke Pasar Beringharjo dan wilayah Sleman. Selain menjadi kudapan yang murah meriah, roti kolmbeng juga sering digunakan sebagai salah satu sajian ketika ada kenduri, nyadran dan hajatan. Dulu sih roti ini hanya dikonsumsi oleh kalangan menengah ke atas. Kalau sekarang siapa aja bisa makan, Cuma agak susah ya nyarinya. Aku aja baru kali ini ketemu roti Kolmbeng, belum pernah ketemu di pasar dan ditempat jajan.

Dari roti Kolmbeng perjalanan berlanjut ke Pabrik Gula (PG) Sewugalur. Baru tahu juga kalau di Kulonprogo ada pabrik gula. Udah penasaran banget, tapi ternyata pabriknya udah gak ada. Hanya tersisa beberapa bangunan berupa rumah Indise dan sisa-sisa bangunan pabrik. Kami ditemani oleh Mas Aga dari komunitas Roeman Toea. Jadi bisa dapat penjelasan yang lengkap Sejarah PG Sewu galur ini. Sambil jalan kaki berkeliling, Mas Aga menjelaskan mulai dari dari awal berdirinya pabrik hingga akhirnya berhenti beroperasi karena bagkrut terdampak krisis perekonomian dunia.

Rumah Indis Pabrik Gula Sewugalur

Perjalanan kami dimulai dari rumah salah satu rumah Indise di Sewugalur, Desa Karangsewu, Kecamatan Galur, Kabupaten Kulonprogo. Rumah ini dihuni oleh Suwartini dan suaminya. Pemilik sebenarnya dari rumah Indise ini adalah kakek Suwartini, Tjokrodirjo. Dibeli dari Tionghoa bernama Yantid bersama tiga rumah Indis lain yang lokasinya berdekatan. Rumah itu lalu diwariskan kepada Sunartedjo--Wakil Gubernur Jawa Tengah periode 1990-1994--putra bungsu Tjokrodirjo. Suwartini merawat rumah ini karena tidak ditinggali oleh pemiliknya.

Di depan rumah Mas Aga menunjukkan selokan dengan bagian atas berbentuk lengkungan yang menandakan gaya arsitektur Eropa. Lalu kami melihat bekas kantor PG yang sudah menjadi warung makan dan pertokoan. Pabrik Gula Sewugalur (Suikerfabriek Sewoegaloer) didirikan oleh E.J Hoen, O.A.O van der Berg, dan R.M.E. Raaff mendirikan Pabrik Gula Sewugalur dalam bentuk Perseroan Terbatas (PT) pada 1881. Pada tanah yang disewa dari bangsawan dari keluarga Pakualaman dengan nilai 200.000 gulden. Setelah pabrik gula itu gulung tikar, maka berdasarkan reorganisasi agraria kepemilikan tanah beralih ke pemerintah desa. Pada 12 November 1949 tanah bekas pabrik gula dilelang kepada masyarakat.

Pabrik Gula Sewugalur

PG ini benar-benar tak bersisa  tentara NICA (Netherlands Indies Civil Administration) menyerbu Yogyakarta pada 18 Desember 1949, TNI membakarnya sebagai bagian dari strategi bumi hangus. Sepanjang perjalanan kami hanya melihat bekas dudukan cerobong asap, tungku pembakaran dan puing-puing sisa bangunan pabrik. Tidak menyangka dulunya di sini ada pabrik gula dengan jalur kereta sendiri.

Tahun ini Festival Kebudayaan Yogyakarta (FKY) punya program yang bernama Searah Rasa. Dikutip dari website resminya, Searah Rasa merupakan program publik yang bekerja pada ranah jelajah, tur, jalan-jalan yang sesuai tema besar FKY. Program ini akan menelusuri dan mendatangi jejak pangan melalui pasar, sejarah, irigasi pertanian, pertanian sayur, perikanan dan juga cita rasa lokal. Frasa Searah Rasa bermakna mendatangi, mengetahui, dan mencari jejak-jejak kebudayaan, dan menyamakan arah tujuan demi tercapainya pencatatan produk kebudayaan di Yogyakarta bersama masyarakat.

Searah Rasa gratis untuk umum, tapi dengan kuota peserta terbatas. Aku berkesempatan mengikuti tur ke Tambak Mujahidkoe Farm - Pantai Imorenggo. Mengangkat tema  “Berkenalan Dengan Boga Bahari Kulon Progo”. Kami menelusuri cerita-cerita dan jejak-jejak kebudayaan tentang komoditi perikanan dan udang Kulon Progo, dari proses penanaman bibit sampai waktu panen. Aku sendiri baru tahu di Kulon Progo ada Pantai yang Namanya Imorenggo, apalagi ada tambak udangnya segala.



Pantai Imorenggo terletak di Desa Karangsewu, Kabupaten Kulon Progo.Perjalanan menuju Pantai Imorenggo menjadi menarik dengan pemandangan hamparan beragam tanaman pertanian. Ada kebun cabai super luas di bawah pohon kelapa yang tertata rapi, berlanjut dengan kebun semangga yang tampak sangat subur, lalu aneka sayuran seperti bayam dan kangkong. Ternyata pertanian lahan pasir bisa dilakukan di kawasan Imorenggo. Bahkan kawasan ini pernah dikunjungi KGPAA Paku Alam IX yang pada waktu itu masih menjabat sebagai Wakil Gubernur DIY. Beliau meresmikan Desa Wisata Agrobahari Imorenggo di kawasan Transmigrasi Lokal Ring 1 desa Karangsewu Kecamatan Galur, kabupaten Kulon Progo pada hari Rabu (26/9/2012 ).

Daerah ini ternyata menjadi lokasi transmigrasi lokal atau transmigrasi dari warga yang semula tinggal di daerah lain di Yogyakarta. Mereka mendapatkan lahan untuk tinggal dan bertani. Jadilah Imorenggo menjadi kawasan pertanian. Kemudian daerah ini berkembang menjadi area tambak udang di pesisir pantai. Untuk menjaga lingkungan, keberadaan tambak udang di pesisir Imorenggo diatur oleh perjanjian yang disepakati dengan warga yang di wadahi kelompok Paguyupan Penambak Imorenggo atau disingkat menjadi PPI. Organisasi kemasyarakatan ini juga bertugas mengawasi keberlangsungan penambak setiap harinya.



Kami berkesempatan berkunjung ke Tambak Mujahidkoe Farm yang membudidayakan udang jenis Litopenaeus vannamei atau biasa disebut petambak dengan udang vannamei. Vaname adalah salah satu jenis udang yang populer untuk dibudidayakan di Indonesia. Menurut rangkuman dari Kementerian, Kelautan, dan Perikanan (KKP), hampir semua petambak di Indonesia membudidayakan udang yang kaya akan manfaat ini. Kami ditemani berkeliling tambak bersama salah satu pekerja tambak dan Kak Aliva Zein dari Ruang 412. Di sini satu tambak bisa menghasilkan sekitar 6 kwital sekali panen. Masa panen udangnya sekitar 3 bulan.

Udang vaname atau udang putih berasal dari daerah subtropis yaitu di pantai barat Amerika hingga hingga ke Peru. Udang ini sudah banyak sekali dibudidayakan di Indonesia sebagai alternatif pilihan lain setelah udang windu yang mengalami penurunan produksi sejak adanya penurunan kualitas lingkungan. Udang ini memiliki beberapa kelebihan yaitu lebih tahan terhadap penyakit dan fluktuasi kualitas air, pertumbuhan relatif cepat, serta hidup pada kolom perairan sehingga dapat ditebar dengan kepadatan tinggi. Udang vaname memiliki peluang pasar dan potensial untuk terus dikembangkan.



Udang yang ada di Imorenggo ini kebanyakan diambil langsung oleh pembeli dan tidak dijual di pasar-pasar setempat. Alasannya sih karena justru warga lokal enggan membeli karena harganya tergolong mahal. Bibit yang disebar berasal dari daerah Jawa Timur. Katanya, memelihara udang itu sulit, karena sensitif. Harus bersih dan selalu ada kincir air yang menyala. Tambak udang di Imorenggo turut meningkatkan perekonomian warga dengan memberikan peluang pekerjaan. Meskipun pas ke sana banyak juga tambak yang sudah tidak digunakan.

 Baru tahu kalau di Jogja ada kebun teh selain Nglinggo pas ikutan acara Visiting Jogja Tourism Walk 2023. Kami diajak berliling Desa Wisata Purwosari plus dapat bingkisan, jersey dan makan siang hanya dengan membayar Rp 78 rupiah melalui aplikasi Visiting Jogja. Transportasi ke Desa Wisata Purwosari di Kulon Progo juga disediakan panitia. Sungguh acara yang sangat menarik terutama buat sobat gabut dan pengen jalan-jalan sambal olahraga gratis. Hanya bayar 78 rupiah ya anggaplah gratis.


Start jalan kaki dari dari Pasar Mbothok Sabtu pagi (16/09) sekitar pukul 07.30 WIB. Aku jalan santai bersama ratusan peserta yang mengenakan seragam biru. Baru aja jalan sebentar, sudah sampai di check poin pertama, Bukit Sebutrong yang terletak di area hutan pinus. Lama banget tidak menghirup udara segar dengan aroma pinus yang menyenangkan. Beberapa peserta ada yang naik bukit, tapi aku memilih lanjut jalan lagi aja dah, males soalnya naik bukit.

Jalan sebentar, sampai ke Kebun Teh Gumilir dan disambut beberapa orang yang sedang membuat teh dengan cara tradisional. Disangrai menggunakan peralatan dari bahan gerabah dan arang. Tapi, setelah bertanya kepada pemiliknya, teh Gumilir sudah dibuat menggunakan mesin. Tempat ini khusus membuat teh hijau sebagai produk unggulan. Peserta diperbolehkan mencicipi the sambal memakan gula Jawa. Cara meminum teh khas Kulon Progo.

Kami melanjutkan perjalanan yang cukup jauh melewati kebun-kebun warga dan kebun salak. Menuju Ayunan Langit, sebuah bukit dengan wahana ayunan di bagian atas. Puas rasanya, setelah Lelah berjalan dan naik ke atas bukit, kami dikasih camilan mendoan, dawet dan apay a lupa Namanya. Camilan berbahan singkong, dibungkus daun pisang isinya gula. Setelah beristirahat sejenak sambil menikmati pemandangan indah, kami melanjutkan perjalanan menuju titik selanjutnya. Menyusuri jalan setapak dengan pohon salak di kanan kiri. Teduh, tenang dan menyenangkan. Sampailah ke post Mintaro Craft. Pembuat kerajinan dari serat alam menjadi keranjang dan aneka wadah-wadah unik.

Setelah puas melihat-lihat, kita jalan lagi menuju pos terakhir. Kali ini cukup melelahkan karena melewati jalan raya dan sudah panas. Pos terakhir adalah Kopi Tumpang Sari yang ada di pinggir jalan raya. Tidak seperti pos-pos sebelumnya yang lokasinya cukup masuk ke dalam. Kopinya enak, ada arabuka dan robusta. Rasa Lelah terbayarkan setelah duduk sejenak dan menyesap kopi asli Purwosari. Kami kembali ke titik start di pasar Mbotok. Menikmati sajian khas Nuk Santri. Nasi dibungkus daun dengan lauk oseng papaya muda, gudangan, telur rebus, tempe garit dan peyek.

Selain pos dan jalur perjalanan yang tak biasa, hal menarik lain dari agenda Visiting Jogja Tourism Walk ini adalah sosialisasi dan penggunaan QRIS. Transaksi jadi lebih mudah tanpa harus mebawa uang tunai. Tersedia wifi gratis di setiap pos UMKM yang kami kunjungi. Sangat memudahkan karena sinyal di Kawasan ini tidak terlalu baik. Peserta yang mencapai garis finish mendapatkan goodie bag yang berisi produk gula Jawa, kopi, teh, salak dan keranjang dari Mintaro Craft.

 

Tahu Fujii Kaze bakalan konser di Jakarta, wah langsung niat banget mau nonton. Kalau terwujud rasanya  gonna be the best thing this year i got! Nyatanya, gak bisa nonton karena tiketnya cepet banget ludes. Kukira Fujii Kaze masih belum banyak yang tahu, kok ya ternyata harus war. Sedih sekali hidup ini tiba-tiba. Langsung lah aku makan siang di Mcd untuk menghibur diri. Ya tetep gak terhibur sih. Hehe… Baru ikhlas ketika ternyata uangnya dipakai buat yang lain, ada keperluan keluarga. Ya udah deh, semoga bisa nonton lain kali ya Tuhan.

Aku langsung ngefans sama Fujii Kaze semenjak lagu pertama. Tiba-tiba, salah satu lagunya  Matsuri muncul diberanda Youtube. Begitu di dengerin, kok bagus, pas lihat arti liriknya, kok bagus. Jadilah aku berkelana dengerin lagu-lagunya. Sampai ketemu sama Grace dan Kaerou. Lagu yang pastinya dibuat sama orang yang sudah mengalami banyak hal, memahami hidup dan tercerahkan. Kalau kamu udah baca buku soal makna hidup, Ketuhanan, pencarian, tasawuf atau apalah yang sejenis, kayak udah terangkum dengan kalimat super pas di dua lagu ini. Hebat banget lah pokoknya.

Tangkapan Layar Youtube Fuzii Kaze


Lagu Graze memotret dengan apik momen pas kamu mencari jati diri atau mencari Tuhan dalam hidup. Jadi ingat Kidung Wahyu Kolosebo yang dibuat sama Sri Narendra Kalaseba yang ditulis sebagai bentuk perjalanan spiritual. Mirip juga sama lagu-lagunya Maher Zein yang Islam banget. Ada lirik ‘Anata wa watashi, watashi wa anata (Kau adalah aku dan aku adalah kamu) yang mirip sama Manunggaling Kawula Gusti. Menarik kan?

Kaerou jadi lagu yang pengen aku putar pas aku meninggal nanti. Pengambaran kematian di lirik dan MVnya juga pas banget. Fujii Kaze mengingatkan kalau kematian adalah jalan untuk kembali pulang. Pulang dengan berbagai keadaan tanpa membawa apapun. “Aa subete wasurete kaerou (Mari kita lupakan semua dan pulang)”. Rasanya jadi inget lagi kalau gak ada yang bisa dibawa mati, kecuali apa yang sudah dipahami jiwa dan yang Tuhan janjikan, hasil perbuatan baik. Pulang bersama angin sepoi-sepoi, bersama rintik hujan, bagaimanapun keadaannya. Pulang dengan damai, tanpa dibebani dunia. Pastinya, supaya bisa pulang dengan damai, laku hidupnya juga harus baik. Sangat menarik lah lagu ini. Juga banyak lagu-lagu Fujii Kaze lainnya.

Di usia yang masih muda, bisa paham banyak hal tentang hidup, dan lagi bisa mengekspresikannya menjadi sesuatu yang bisa dinikmati banyak orang. Gak rumit-rumit, dengan lagu yang liriknya padat dan MVnya pas banget. Setiap sesi dalam hidupku pasti ada temennya. Buku-bukunya Buya Hamka, lagu-lagunya Alan dan sekarang lagu-lagunya Fujii Kaze. Berbagai hal terjadi, senang rasanya masih diberikan kesempatan untuk mengingat Tuhan. Terimakasih Tuhan…