Pada hari Selasa Wage, 7 Maret 1989 atau 29 Rajab 1921, KGPH Mangkubumi dinobatkan sebagai Raja ke-10 Keraton Kasultanan Yogyakarta dengan gelar Sri Sultan Hamengku Buwono X. Selanjutnya, tanggal 7 Maret setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Ulang Tahun Penobatan Sri Sultan Hamengku Buwono X atau Tingalan Jumenengan Dalem.

Tingalan Jumenengan Dalem 2020 ini adalah ulang tahun yang ke-32 dalam hitungan Tahun Jawa dan 31 tahun dalam hitungan Masehi. Jadi ada perbedaan dalam hal penanggalan.  Peringatan Tingalan Jumenengan Dalem tahun ini masuk dalam kategori Tumbuk Ageng. Sejak tahun lalu ada dua agenda besar yang diselenggarakan Kerato Yogyakarta.

Workshop Puthutan


Selain kegiatan Hajad Dalem mulai tahun 2019, Keraton Yogyakarta juga menggelar kegiatan Simposium Internasional dan Pameran Budaya Jawa dalam rangka Mangayubagya Tingalan Jumenengan Dalem Sri Sultan Hamengku Buwono X.  Beruntung, saya bisa menghadiri salah satu worshop yang diadakan Keraton.

Sabtu, 14 Maret 2020 Keraton Yogakarta mengadakan workshop Pututhan. Peserta workshop adalah masyarakat umum yang datang dari berbagai latar belakang. Acara ini dilaksanakan di Balebang yang masih ada di dalam kompleks Bangsal Pagelaran. Masuk ke dalam agenda Pameran Budaya yang diselenggarakan di tempat yang sama.

Pututhan adalah busana adat yang digunakan ketika acara sunatan. Baik oleh Putra Raja, keluarga Keraton maupun masyarakat umum yang ingin memakainya. Kain dan aksesoris tertentu hanya boleh dikenakan oleh Putra Sultan. Melalui worksop ini peserta tidak hanya mengulik bagaimana busana ketika acara khitan, tapi juga apa perbedaannya dengan yang boleh dikenakan masyarakat umum. Ada bedanya, tentu saja.

Busana adat pututhan atau khitan yang dipraktekkan langsung saat workshop adalah busana untuk Putra Raja. Tata cara memakai busana tersebut dan makna-maknanya dijelaskan oleh Nyai Raras dan Nyai Ndari. Pada awalnya busana pututhan ini dikenakan oleh putro dan wayah ndalem yang akan melangsungkan acara sunatan. Biasanya usianya 7-8 tahun. Tapi dalam perkembangan selanjutnya juga dikenakan oleh kerabat Sultan.

Ada beberapa rangkaian acara yang harus dilakukan ketika pututhan. Mulai dari siraman, sungkeman, gres, dan resepsi. Meskipun terkesan ribet di jaman sekarang dan banyak atribut yang harus dilaksanakan, melestarikan budaya adalah kewajiban.

“Tradisi bukan sebuah pemaksaan, tapi kewajiban sosial,” ungkap Nyai Ndari.

Setelah menjelaskan prosesi pututhan, selanjutnya dijelaskan apa saja busana dan aksesoris yang harus dikenakan. Juga bagaimana urutan pemakaiannya. Sembari dijelaskan, Nyai Ndari dan Nyai Raras mempraktekkan langsung tata caranya. Beliau juga menjelaskan kadang dalam upacara adat aka nada perbedaan corak batik dan warna kain. Hal ini tergantung pada keinginan Raja atau putra-putri raja yang sedang hajatan.

Perlengkapan busana yang harus ada adalah putut (topi), rompi, nyamping praos atau prada untuk Putra Raja dan nyamping biasa untuk umum, lonthong, boro, kamus dan timang, kalung sungsun 3, gelang binggel, rante dan karset (khusus untuk Putra Raja) dan bros. Jadi ada dua pembeda piranti busana khusus Putra Raja adalah kain nyamping dan rante karset.

Untuk kain nyamping anak Raja menggunakan kain praos atau prada. Yaitu kain batik yang dihias dengan benang perak atau emas. Jadi mirip batik songket yang ada kemilaunya begitu. Untuk motif batik, bagi masyarakat umum juga tidak boleh menggunakan motif batik larangan, misalnya Parang. Rante dan karset juga hanya boleh digunakan oleh Putra Raja. Dikenakan pada bagian depan pakaian.

Pututhan sendiri diambil dari nama topi yang digunakan. Topi yang bernama puthut itu ternyata memiliki makna filosofis yang dalam. Putut dalam dunia pewayangan digunakan oleh cantrik dan pertapa. Maknanya adalah pendekatan kepada Tuhan. Bisa juga diartikan sebagai pengembangan dari surban.

Puthutan Anak Raja

Acara puthutan bukan hanya sekadanr gerbang menuju kedewasaan bagi anak-anak. Tapi juga secara filosofis selalu mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa. Untuk model puthut dan rompi, juga warnanya bisa berbeda pada setiap generasi Raja. Hal ini tergantung pada kebijakan model busana oleh Raja yang Jumeneng. Makna lain adalah untuk berdoa bersama. Doa dari banyak orang diharapkan akan lebih kuat daripada hanya satu atau dua orang.

 “Upacara tradisi adalah cara untuk menghimpun doa. Semua yang datang akan turut mendoakan. Itulah salah satu maknanya,” ungkap Nyai raras.

Jadi dalam tradisi, ternyata menyimpan beragam kebijaksanaan dan kebaikan. Bukan hanya sekadar melanjutkan apa yang sudah dilakukan oleh generasi sebelumnya. Meskipun adat puthutan lengkap sudah jarang digunakan oleh masyarakat bahkan di dalam lingkungan Keraton, kita memang sebaiknya tahu. Agar bisa meneruskan tradisi.

Masyarakat boleh mengadopsi busana Puthutan ini. Tidak masalah jika memang belum bisa lengkap. Tapi paling penting adalah tidak menggunakan pakaian dan aksesoris yang hanya boleh digunakan oleh anak Raja. Memang tidak ada hukuman jika ada yang melakukan. Tapi lebih kepada sanksi sosial.


Kelas ke-13 PIM materi lagi, tentang kolektivisme. Setelah diselingi kelas praktek seduh V60, Aeropress dan bikin Latte. Kelas materi disebut dengan kelas metafisika. Sedangkan kelas praktek adalah kelas fisika. Tapi bagiku, kelas praktek justru membuatku harus belajar banyak tentang faktor-faktor yang gak kelihatan. Menumbuhkan rasa sayang dan peka kepada kopi dan alat-alatnya. Menemukan rasa manis dan notes-notes selain pahit. Bagiku yang tidak suka minum kopi karena pahit, ini adalah sebuah perubahan besar.

Pertama kali menyeduh kopi dengan teori yang benar. Membuatku tersenyum bangga di jalan ketika pulang. Hehe … seru ternyata. Teman-teman satu angkatan juga semua semangat belajar. Benar-benar iklim yang bagus.

Kelas Praktek Seduh. Pertama kali rek ... Maaf Receh


Memang, kelas-kelas PIM ini mengaduk-aduk pola pikir. Awalnya saya juga kurang minat belajar isme-isme. Karena … rumit dan yah … males. Mending baca buku soal bunga-bunga atau tanaman herbal. Tapi setelah kelas, saya jadi tertarik belajar.

Oke balik lagi ke kelas kolektivitas. Flashback sebentar karena kelas praktek tidak ada tugas menulis.

Di awal kelas kami membahas mengenai teori evolusi Darwin. Apa hubungannya dengan kolektivitas? Saya saja sampai detik ini masih yang … hem … Apa? Gimana? Hehehe … Kami juga banyak membisu di sesi ini. Biasanya asyik berdiskusi dan melontarkan pendapat. Yang aku ingat, di era sekarang ini tidak lagi relevan kalau ingin bertahan dengan cara individualis. Memenangkan kompetisi dengan menjadi lebih unggul. Menjadi raja rimba yang mendominasi semua penghuni hutan.

Era kolektivitas, tidak ada yang lebih unggul. Setiap individu itu setara. Dalam ruang kolektif tidak ada hirarki. Dia yang lebih kuat menjadi pemimpin dan lebih unggul. Struktur yang digunakan adalah holakrasi. Semua setara dengan tugas masing-masing yang harus dihargai.

Struktur holakrasi menempatkan manusia dalam status sosial yang horizontal. Tidak vertical mulai dari pemimpin tertinggi hingga dia yang paling lemah tak punya suara. Setiap individu berhak bersuara. Seperti koperasi yang benar, one man one vote.

Memang, butuh waktu yang tidak sebentar untuk bisa memiliki sistem kehidupan yang semacam ini. Jalan panjang menuju kesetaraan dan kesejahteraan bersama. Butuh menanamkan pola pikir yang sama kepada banyak orang. Tapi, tidak masalah. Mari kita mulai dari lingkungan sendiri, bersama. Ya … bersama-sama … kita akan semakin kuat melawan.

Mereka yang menggunakan kekuasaan untuk menindas dan memperlakukan bentuk kehidupan lain dengan tidak adil. Bukan hanya manusia, hewan dan tumbuhan juga.
Setelah materi sebentar tapi berat ini, kami main games. Senangnya … dari beberapa games yang dimainkan, ada banyak hal yang bisa diambil hikmahnya. Hehe …

Games saling bercerita, helikopter, kucing dan tikus, sambung kata, lalu berbicara dengan bahasa yang tidak ada di dunia. Ada lagi satu menunjuk orang yang lupa juga namanya. Mengingatkan kita untuk mendengar, memahami orang lain, mengambil resiko, inisiatif, belajar mengungkapkan pikiran, kreatif, bekerjasama, dan jangan lupa bahagia.

Iya … jangan lupa bahagia. Di dalam perjuangan panjang ini, bisa jadi sering lelah dan jenuh. Maka, jangan lupa tertawa bersama … Juga menjadi kuat dan lebih hebat bersama.


Catatan Refleksi Kelas Ke-8 Logika Seduh dan Alat Seduh

            Semakin banyak yang saya pelajari di dunia kopi. Saya yang awalnya melabeli diri sebagai ‘bukan peminum kopi’ pada akhirnya menyadari bahwa kopi itu menarik. Kenapa awalnya tidak tertarik, karena pengetahuan saya tentang kopi hanya Robusta itu pahit dan Arabica itu manis. Yah … begitulah. Setelah belajar lebih banyak, ternyata kopi itu sangat berwarna. Untuk itu, karena saya sudah bergabung di PIM yang salah satu komoditasnya kopi, mau tidak mau ya harus mencintai kopi. Memperdalam dan memperbanyak pengetahuan tentangnya. Kan kurang kenal maka kurang sayang. Ini adalah refleksi penting bagi saya di kelas 8 ini. Babak baru memasuki dunia kopi. Halah …

Kelas Logika Seduh dan Alat Seduh

            Logika seduh dan alat seduh memiliki banyak kata dan definisi baru yang masih susah saya hafalkan dan pahami. Alat seduh kopi saja saya tidak tahu bagaimana cara membedakan dengan baik, apalagi menggunakan. Penjelasan di awal kelas adalah ajang imajinasi. Misalnya, aeropress alatnya yang mana dan bagaimana cara menggunakannya saja saya tidak paham.

            Hal-hal penting dari pembahasan kelas Logika Seduh ini adalah 4 variabel:

Variabel
Keterangan
Suhu
Panas > 80

Hangat 50-79

Dingin < 50
Grind Size
Fine

Medium

Coarse
Waktu Ekstraksi
Lebih dari 1.5 menit

1 menit

< 1 menit
Alat Seduh
Immersi (rendam) - French Press

Boil/Stepped (rebus) – Mokapot

Pour Over (tuang) – V60

Pressure (tekanan) - Aeropress

Selain variable di atas air juga bisa berpengaruh pada hasil seduhan kopi. Air berbeda mengandung mineral yang beda pula. Hal ini akan mempengaruhi cita rasa hasil seduhan. Selain air, bahan dari alat yang digunakan, misalnya plastik atau kaca hasilnya juga akan berbeda.

            Semua variable di atas harus dipahami dalam menyeduh kopi. Selain biji kopi itu sendiri. Untuk mendapatkan cita rasa kopi yang diinginkan atau yang baik maka pertama harus paham biji kopinya. Rasanya seperti apa. Maka harus cupping terlebih dahulu untuk mengetahui bagaimana kualitas dan rasa kopi. Setelah itu membuat metode penyeduhan sesuai dengan rasa apa yang diinginkan.

            Misalnya nih, menggunakan biji kopi Arabika yang dominan pahit. Untuk menghasilkan kopi yang tidak terlalu pahit dan masih ada manisnya harus menggunakan suhu yang rendah agar ektraksinya tidak terlalu banyak. Atau menggunakan suhu tinggi dengan grind size yang kasar. Menggunakan waktu yang cepat. Makanya agar lebih fleksible harus menhetahui logika seduh dan alatnya.

            Ketika sudah menjadi barista, tidak ada banyak waktu untuk berfikir dan menyeduh kopi. Apalagi kalau lagi ramai sekali. Jadi semua pekerjaan harus efektif dan efisien. Kalau konsumen mau kopi yang bold dan pahit ya biar cepat gunakan saja air panas dan grind size fine atau bagaimana caranya agar tidak banyak memakan waktu.

            Hari ini adalah pertama kalinya saya menyeduh kopi menggunakan V60 dan mengoperasikan grinder. Receh ya ... Hehe … Rasanya menyenangkan.



Catatan Refleksi kelas ke-7 PIM

            Kelas ke-7 adalah pertama kalinya saya belajar mengenai proses budidaya dan pasca panen tanaman kopi. Baru membaca sekilas materinya sehari sebelum dan belum pernah melihat video proses pasca panen. Jadi selama kelas saya banyak mengandalkan imajinasi. Untuk semua alur pasca panen.

            Pembahasan pertama yang kami lakukan adalah masalah budidaya. Karena basic-nya saya belajar biologi dan juga belajar pertanian alami, saya lebih paham bagian ini. Bagaimana mempersiapkan lahan, mengatur jarak tanam, memberikan naungan, hingga perawatan dan akhirnya panen. Saya punya pohon kopi di rumah, letaknya di bawah pohon sengon. Saya kira kopi itu perlu banyak sinar matahari. Eh, ternyata sudah benar dia berada di bawah naungan. Padahal asal tanam saja di kebun belakang rumah. Saya benar-benar belum pernah belajar soal kopi.

Fathur, mahasiswa Polbangtan yang share pengetahuan sama kita


            Kenapa naungan itu penting? Karena asal mulanya tanaman kopi nyaman tinggal di hutan. Dia tidak suka sinar matahari penuh. Bisa membuat tingkat produktifitasnya rendah dan buahnya kurang berkualitas. Kecil dan cepat matang atau malah terbakar sinar matahari. Ini bisa dipahami, karena semua tumbuhan akan mempercepat proses pembuahan kalau tercekam. Sinar matahari yang terlalu banyak membuat tanaman kopi terancam dan mempercepat pemasakan buah. Semua tanaman tugas akhirnya adalah untuk berbuah dan meneruskan keturunan. Ketika merasa tercekam dan merasa bisa mati sewaktu-waktu mereka dengan segera berbunga dan berbuah agar bijinya bisa tumbuh di kemudian hari.

            Tanaman kopi perkebunan juga membutuhkan perawatan seperti pemupukan, penyiangan dan pemangkasan. Terutama yang ditanam dengan sistem monokultur. Apalagi kalau terkena hama, harus disemprot menggunakan pestisida baik organic mapun anorganik. Kami juga belajar mengenal silsilah kopi. Baru tahu ternyata Arabica itu adalah mutasi alami dari Robusta. Aku kira keduanya memang berasal dari spesies yang berbeda. Waw… sangat mind blowing … hehehe …

            Kami juga membuat timeline penanaman. Kapan harus menanam, perawatan hingga panen. Timeline ini penting sekali untuk menentukan apa saja yang akan dikerjakan dan membutuhkan perlengkapan apa. Supaya tidak ada yang terlewat dan semuanya tepat waktu. Kopi memiliki masa tanam dan cara bubidaya yang berbeda tergantung dengan jenis dan kebutuhan di penanam.

            Urusan budidaya selesai, masuk ke pengolahan pasca panen. Bagian yang masih harus saya ulik kembali secara mandiri. Agar bisa lebih mehami kopi. Kami berdiskusi dan mendapatkan materi mengenai proses basah dan kering. Proses basah dengan bantuan air dibagi menjadi dua Full Wash dan Semi Wash. Proses kering dibagi juga menjadi dua bagian ada natural dan honey. Pada semua prosesnya sama-sama membutuhkan fermentasi. Hanya sama di bagian wet process menggunakan bantuan air sedangkan dry process ya dikeringkan begitu saja.

            Perbedaan hasil yang mencolok adalah pada hasil rasa kopinya. Wet process menghasilkan kopi yang clean dan stabil. Prosesnya juga lebih rumit. Sampai saya menulis ini juga masih rancu kapan perambangan, mucilage, pembilasan dan sebagainya. Antara semi dan full wash masih suka terbalik-balik. Kalau natural dan honey prosesnya lebih mudah saya mengerti. Wong tinggal dikupas dan dikeringkan atau langsung dikeringkan. Cara ini menghasilkan kopi yang lebih kaya flavournya. Saya langsung suka dengan kopi natural process. Wangi dengan rasa nano-nano, sepertinya saya langsung jadi fans natural process. Sampai kos baru sadar, berarti kopi yang di kebun belakang pakai natutal process dong? Langusung dikeringkan lalu ditumbuk setelah kering. 

Pantes enak …. Hiyaaaa … langsung bangga. Wkwkwkw… setidaknya secara gak sadar menerapkan salah satu metode proses pasca panen.


Catatan Refleksi kelas ke-6 PIM 5
Sensory dan Cupping Kopi



            Kelas kali ini kami belajar sensory rasa. Sebelumnya ada pengantar materi untuk membedakan apa perbedaan antara aroma, taste dan falvour. Kenapa harus belajar sensory? Tentu saja karena yang akan kita gunakan adalah komoditas makanan, spesifiknya kopi. Di dalam penyajian kopi ada yang namanya cupping. Merupakan metode untuk menilai kualitas kopi sesuai dengan standar.

            Kemampuan sensory tidak terbatas hanya karena memiliki bakat sensory yang peka saja. Tapi juga harus ada perbedaharaan rasa pada orangnya. Kita tidak akan bisa mengatakan itu rasa apel ketika belum pernah memakan apel. Karena rasa dan aroma tidak bisa digambarkan tanpa menggunakan contoh yang spesifik. Manis seperti apa? Asam seperti apa? Semua diasosasikan dengan rasa dari makanan atau benda yang spesifik.



Basic Sensory


            Dari lima rasa yang biasa kita tahu, seperti manis, asam, asin, pedas, umami,bisa dibedah menjadi banyak sekali rasa yang lebih spesifik. Mislanya sharp, soary, acity dan lain sebagainya. Untuk itu memplajari tentang rasa dan aroma juga melatih kepekaan lidah itu penting sekali.

            Setalh berlatih sensory kamu melakukan cupping dengan dua tipe bean. Ada robusta dan Arabica yang dibagi menjadi 4 cup. Lalu belajar juga untuk mengisi table penilaian cupping yang cukup rumit. Ya, bagi saya ini baru pertama kalinya melihat table cupping. Juga tidak punya pengetahuan yang baik mengenai kopi. Jadi mau menilai bagaimana juga membingungkan.

Basic Cupping

            Ada beberapa poin yang saya catat:
Roasting level medium aroma lebih banyak terkespos
Cupping menggunakan metode tubruk, jadi roasting levelnya medium juga termasuk grind size
Untuk megimbangi suhu. Agar mengasilkan seduhan yang balance.
Kenapa kopinya dibuat menyentuh bibir cup? Supaya mudah dihirup aromanya.
Kenapa ditunggu 3-5 menit baru dicicipi? Supaya dingin, hehe …
Kenapa nilai di bawah angka 6 tidak ditampilkan? Untuk menghargai petani yang menanam. Masak dikasih nilai jelek, kan rasanya tidak etis.
Break adalah proses membuka ampas
Dry aroma sebelum diseduh
 Balance: gabungan rasanya seimbang apa gak?
Uniformity: keseragaman, stabilitas seduhan
Clean cup: apakah ada rasa yang beda? Ada yang aneh pada cangkir tertentu?
Intensity: berapa cup yang mengandung rasa yang aneh
Tint: aroma

Saya benar-benar harus belajar lebih banyak soal materi ini. Apalagi ngisi borang penilaian cupping. Pas nulis ini aja udah pada lupa tadi bahas apaan. Hehehe …

Catatan Refleksi Kelas PIM ke-5

Kelas ke 5 ini mulai masuk ke ranah bisnis. Setiap bisnis harus memiliki metode yang dijalankan demi mendapatka profit. Mau bisnis bentuk apapun itu, koperasi yang punya unit bisnis pengelolanya juga butuh tahu. Pada sesi kali ini ada perbedaan jelas diantara beberapa hal berkikut ini.

Program
Branding
Value
Why
Proyek
Marketing
Strategi
How
Aktivitas
Selling
Taktik
What

Apa yang membedakan setiap barisnya adalah dimensi waktu. Program tidak terbatas waktu. Sedangkan proyek adalah sesuatu yang dilaksanakan dalam waktu tertentu dan di dalamnya ada aktivitas yang lebi spesifik.


Mas Bima, membagi pengetahuan Magister Manajemennya pada kami


Selanjutnya masalah branding. Dalam era bisnis saat ini branding sangatlah penting. Ingin dikenal sebagai atau seperti apa, branding harus sesuai dengan value yang ingin disampaikan pemilik bisnis. Setelah mengerti brandingnya apa, bisa membuat strategi marketing dengan analisis pasar yang tepat. Ada juga selling yang biasanya dilakukan oleh sales langsung kepada konsumen.

Soal strategi dan taktik juga dibedakan oleh waktu. Untuk memudahkan bagaimana memikirkan tiga aspek tersebut dibantu dengan pertanyaan why, how dan what. Memang kenapa sih konsumen harus membeli produk tersebut? Bagaimana cara memasarkan produk tersebut? Apa sih produknya? Kira-kira seperti itu.

Di dalam menjalankan bisnis ada yang namanya gimmick. Membalut value yang sebenarnya baik hanya untuk kepentingan tertentu. Value sendiri sebenarnya adalah nilai-nilai yang baik untuk kemanusiaan dan manusia. Tapi ketika hanya digunakan untuk kepentingan pribadi atau tertentu, maka hanya akan menjadi gimmick. Hal ini dilakukan banyak perusahaan besar maupun rintisan agar produk dan perusahaannya terlihat baik. Padahal ya hanya program marketing saja untuk meningkatkan penjualan dan mendapatkan profit.

            Dalam proses marketing, untuk melihat selera pasar bisa digunakan metode 4P (product, price, place, promotion) dan STP (segmenting, tareting, posisioning). Semua metode ini adalah untuk membedah produk dan pasar. Juga untuk mengimplementasikan dan menjawab pertanyaan why, how, dan what. Proses branding hingga selling ini sifatnya dalah terus menerus demi keberhasilan bisnis dan bisa bersaing dengan competitor.

           Branding hingga selling juga dibedakan berdasar waktunya. Branding jangka waktunya sangat lama, marketing bisalebih cepat berubah dan dinamis. Sedangkan selling atau penjualan langsung bisa cepat mendapatkan hasil dan di evaluasi setelah kegiatannya selesai.

            Apa sih perbedaan branding dan posisioning? Branding adalah apa yang melekat pada produk. Lebih fokus pada nilai-nilai produknya. Sedangkan posisisoning adalah tangapan masyarakat dan bagaimana produk itu dimaknai oleh masyarakat.

            Selanjutnya kami juga membahas mengenai metode bertindak. Ada tiga hal:
1.      Reguler
2.      Alternative
3.      Emergency

Semua orang akan menginginkan keadaan ideal tercapai. Tapi pada kenyataannya, di lapangan, akan ada banyak hal yang terjadi. Permasalahan, hambatan dan keterbatasan yang menyebabkan keadaan idela sulit tercapai. Untuk itu setiap orang harus paham metode bertindak agar lebih fleksible serta dinamis. Bahkan bukan untuk bisnis saja, saya rasa tiga hal ini adalah dasar menjalani kehidupan juga. Terlalu idealis yang tidak sesuai dengan kenyataan juga bisa negative. Hidup itu juga butuh realistis. Melakukan apa saja sesuai dengan situasi dan kondisi, terbaik yang bisa dilakukan.

Hidup fleksibel dan dinamis ini bisa membuat seseorang tidak mudah stress dan depersi menghadapi kenyataan. Apalagi di dunia bisnis yang tidak hanya butuh energi banyak, tapi juga keberanian dan inovasi.