Tangkuban Perahu, Peninggalan Romantis dari Mitos Kisah Cinta Terlarang




Kisah Dayang Sumbi yang cantik dan anaknya Sangkuriang sudah ku kenal sejak SD dari buku bahasa Indonesia. Tapi baru kali ini benar-benar berkunjung ke Tangkuban Perahu. Itupun karena gagal ke destinasi pertama, gara-gara salah setting destinasi di Map. Awalnya dari Bandung kita pengen ke Cibodas. Berangkatlah aku berdua dengan kawan menuju Cibodas. Perjalanan mulai memasuki area hutan, kita terus melaju sembari menikmati pemandangan hutan pinus dan aroma pinus yang menyegarkan. Karena berangkat siang setelah mencari tempat sewa motor, kami berdua berhenti sejenak untuk makan di depan gapura desa Cibodas. Merasa sudah dekat dengan tujuan kita makan dengan santai sembari menikmati pemandangan hutan dan udara yang sejuk. Nasi timbel dengan aneka lalapan segar. Sebelum mulai makan bertanyalah kita ke mbak penjual "Teh, kebun Raya masih jauh ya?" Teteh penjualnya bingung "Kebun Raya? Di sini adanya Desa Cibodas". Deg... wah.. langsung periksa Map dan ketik Kebun Raya Cibodas. La dalah.. Salah kita mah. Cibodas dan Kebun Raya Cibodas beda. Duh baru sadar... Mana kalau ke Kebun Raya Cibodas masih jauh banget. Akhirnya ke Floating Market dan Tangkuban Perahu. Sebenarnya kita juga melewati air terjun dan pemandian air panas Maribaya. Tapi tidak berminat ke sana.

Lalapan Segar. Masih utuh, cuma ku pandang saja. ^^

Welcome di Desa Cibodas. Kesesatan yang nyata. Kita ke sini cuma numpang makan. Inilah yang namanya rejeki bisa datang dari mana saja. Kita jauh-jauh mampir makan di kedai Nasi Timbel. Ingat cerita Ustad Hanan, perjalanan jauh juga akhirnya cuma buat makan disebuah kedai. ^^

Balik lagi ke Tangkuban Perahu. Aku sangat menikmati perjalanan dengan suasana hutan pinus rindang dan udara dipenuhi aroma pinus. Salah satu aroma favorit yang menyegarkan. Semakin naik udara juga semakin dingin. Pakai baju hangat ya kalau ke sini.
Sampai Tangkuban Perahu sore dan kita disambut kabut yang pekat. Tidak kelihatan pemandangan kawah, dingin pula. Suasananya jadi temaram, sejuk, dan romantis. Matahari masih tertutup awan dan kabut. Kita parkir di dekat masjid besar.





Ada tiga kawah sebenarnya, tapi karena kabut tebal kita langsung menuju kawah Ratu. Di sepanjang jalan masuk juga banyak spot dengan pemandangan bagus dan pohon-pohon yang indah. Serasa musim gugur dengan pohon-pohon beranting coklat. Cantik banget. Di bagian atas ada banyak penjual aksesoris dan baju, bisa juga berkeliling naik kuda. Di bagian tengah ada kawah Ratu yang lebar. Awalnya tidak terlihat sama sekali karena kabut. Perlahan kabut memudar dan kawah mulai terlihat. Untuk melihat pemandangan kawah sudah ada bukit-bukit khusus dengan jalan yang mudah dilalui. Semua dipagari dengan pagar kayu, relatif aman dan nyaman.



Semakin sore dan matahari justru baru akan muncul
Tangkuban Perahu merupakan gunung berapi yang masih aktif. Terlihat asap di dasar kawah juga bau belerang. Tapi tidak terlalu pekat. Pulang dari Tangkuban Perahu sudah hampir jam 17.00 karena memang sudah jam tutup tapi justru mataharinya baru muncul. Jalan menuju Tangkuban Perahu lumayan menanjak tapi masih tergolong mudah. Jalannya juga bagus dengan pemandangan indah di kiri kanan jalan. Tidak terasa deh perjalanan.

Ala-ala
Berdasar mitos gunung ini ada karena perahu yang ditendang Sangkuriang, tangkuban perahu, perahu yang terbalik. Sangkuriang gagal memenuhi syarat Dayang Sumbi. Mirip sekali dengan cerita Roro Jonggrang dan Bandung Bondowoso dari kerajaan Boko, Prambanan. Jaman dahulu orang bisa membuat apapun dalam waktu semalam ya.. Orang sakti mah bebas.. Mereka berdua, Bandung Bondowoso dan Sangkuriang sama-sama sudah berjuang demi wanita yang mereka cintai. Tapi sayang, takdir berkata lain. Kedua wanita itu tidak bisa membalas cintanya karena alasan tertentu. Orang sakti dan tampan mah bebas mau mencintai siapa saja. Tapi wanita juga bebas menentukan. Kesaktian, ketampanan, harta, kekuasaan... sebenarnya cinta tidak berawal dari semua itu. Cinta ya cinta saja. Itu kuasa Tuhan.

No comments:

Post a Comment