Mulai bahas dari mana ya? Dari Bayu saja deh. Aku mengikuti video Bayu di Youtube sudah sejak lama. Sejak videonya yang masih kualitas biasa hingga akhirnya berkembang dan sekarang malah bisa bikin Film. Salut banget sama Bayu. Selalu ada konten yang menarik, integritas, kreativitas dan dedikasi untuk setiap karya yang dia buat. Video-video Youtubnya selalu menarik dan enak untuk dinikmati. Menurutku lo ya. Ciri khasnya menggunakan bahasa jawa juga menjadi nilai tambah karena aku sendiri juga orang jawa. Bahasa ibu itu seakan menjadi magnet yang menarik buat nonton videonya lagi dan lagi, di luar isi kontennya yang memang menarik.

Sekarang dia membuat film berbahasa jawa. Dia yang nulis, yang main, yang mempromosikan sekaligus jadi sutradara. Mulai dari membuat naskah, tidak mudah membuat naskah yang menarik dan rasional. Dalam sebuah naskah bukan hanya alur ceritanya yang harus menarik tapi juga rasional. Jangan sampai ada kejadian yang ujug-ujug. Ujug-ujug artinya gak logis, kok bisa tiba-tiba ada adegan ini? Ada adegan itu? Membuat naskah drama saja susah apalagi film.. terus dia ikut serta dalam semua proses pembuatan film. Luar biasa rek.. luar biasa.. Pakai bahasa jawa lagi, dan di film ini dia berhasil menggaet banyak artis terkenal meski ada yang munculnya hanya beberapa detik. Tapi banyak artisnya lo.

Aku nonton filmya langsung tanggal 22 hari pertama tayang. Ini pertama kalinya aku sangat anthusias dengan film Indonesia. Benar-benar kunanti. hehe... Dan ini film yang pertama kali kutonton juga setelah dua tahun di Jogja tidak menginjakkan kaki di Bioskop. Pertama karena aku sudah mengikuti kontennya Bayu sejak lama dan kedua karena bahasa Jawanya. Aku jadi merasa, sebagai orang Jawa harus turut mensupport film ini. Benar saja, hampir dua jam nonton Film ini rasanya membuatku kangen main ke Jawa Timur. Nonton film ini tuh capek, capek tertawa, yo melu misuh sithik, saking lucu lan ora genah. hehe.. Kalau orang jawa apalagi Jawa Timuran pasti bakal ngeklik banget sama guyonannya, kehidupan sehari-hari banget. 

Sekarang di TV isinya drama impor, generasi muda sukanya artis-artis impor, lalu budaya impor itu mulai masuk dan dielu-elukan. Dikagumi dan menjadi kiblat kehidupan kekinian. Terus lupa dengan budayanya, lupa dengan pondasi moral nenek moyang. Wayang, bahasa Jawa, gamelan, tari tradisional gak dilirik bahkan mungkin dianggap gak berkelas. Ojo ngono rek, meskipun gak iso tapi setidaknya tahu lah kalau kita punya itu semua. Banggalah jadi Jawa dan Indonesia. Nonton wayang itu asyik karena sudah berbalut modern, ceritanya sudah banyak yang disesuaikan dengan kehidupan masa kini. Coba o lihat bagian Punokawan yang meski tak kau pahami cerita lainnya, bagian ini selalu lucu. Gamelan juga sekarang sudah mulai modern dicampur alat musik masa kini bahkan ada yang ngerap segala. Nari jawa juga begitu gerakan dan musiknya bisa di mix and match dengan modern dance. Di mana nontonnya??? Tenang... masih banyak anak muda dan mahasiswa yang belajar itu semua. Kepoin kegiatan meraka dan nonton pertunjukkannya. Kalau di Jogja masih banyak semoga di luar Jogja juga banyak. Aku suka nonton acara-acara seperti itu, bukan karena paham dan bisa, bukan.. tapi aku pengen share, iki loh nonton wayang, tari dan gamelan itu bisa seasyik nonton anime dan drama korea. Bisa semegah orkestra Beethoven, Mozart atau Hydin.

Hari ini Jogja Berkebun mendapat tugas untuk membantu menanam di Desa Bimomartani, Yogyakarta. Kegiatan menanam ini di gagas oleh Ibu Wulan. Penanaman pertama dilakukan di rumah kepala Dusun. Tidak ada koordinasi sebelumnya mengenai apa yang harus kita lakukan di desa tersebut, bayangan kita ya hanya membantu menanam biasa saja di kebun yang telah tersedia. Ternyata kita hanya menanam di pekarangan rumah yang kecil dan sama sekali belum dipersiapkan untuk dibuat kebun. 

Akhirnya, selain berkebun kita juga bertukang untuk membuat rak kayu. Diawali dengan browsing gambar rak dan bahkan metode membuat rak, kita mulai merancang dan menyiapkan bahan. Jadilah tukang dadakan dengan perlengkapan dan bahan yang seadanya. Ada yang baru pertama kali menggergaji padahal cowok, ada yang sudah cukup berpengalaman. Di tengah kebingungan yang melanda dan tidak tahu kayu itu harus dirangkai macam apa, datanglah seorang teman kami yang jurusannya arsitek. Entahlah,, pokoknya bagian rancang merancang kita serahkan padanya. Ternyata tidak salah kita pilih dia jadi ketua pembuatan rak. Terlihat lebih profesional. Ketika bapak-bapak membuat rak dan mencangkul tanah untuk digunakan menanam, ibu-ibu menyiapkan media untuk menanam. Ada beberapa tanaman yang kita tanam, ada cabe, terong, kangkung, kunyit dan kencur.

Membuat vertikultur sederhana

Proses pembuatan rak dari kayu bekas



Tanahnya masih di kebun, nyangkul dulu

Menanam di polybag




Akhirnya rak sederhana dari para amatiran ini jadi dan menghasilkan beberapa polibag dan botol. Dari yang awalnya tidak tahu harus bagaimana akhirnya ada hasilnya juga. Mana ibu yang punya rumah ramah banget dan repot-repot masak makanan buat kami. Senang bisa melakukan sesuatu yang sangat sederhana bagi masyarakat. Semoga kegiatan ini berkembang ke rumah-rumah selanjutnya.

Rak minimalis nan sederhana akhirnya jadi, semoga bisa bertahan
Ketika terjun ke masyarakat, akan ada berbagai macam sambutan. Kebanyakan kita akan disambut dengan hangat dan sangat ramah. Tapi tidak jarang juga ada beberapa yang cuek dan tidak antusias. Tidak masalah, yang penting sesederhana apapun itu kita bisa bermanfaat untuk orang lain. 

Hari yang menyenangkan