Kajian Surat Al Israa 83-85
Tinjauan Penerapannya dalam memahami diri dan tugas kehidupan.
Tulisan ini sekadar sinopsis dari catatan pribadi saat seminar bersama Nouman Ali Khan (NAK) Indonesia di Jogja. Selain menonton bersama video Beliau kita juga mendapatkan penjelasan langsung dari Ustad Muhammad Firman. Mohon maaf jika masih belum lengkap dan banyak kekurangan.
Tujuan dari pembahasan tiga ayat surat Al Israa supaya kita bisa memahami diri sendiri dan tujuan kita diciptakan. Dengan memahami diri termasuk kekurangan dan segenap potensinya, kita bisa menjalani kehidupan dengan lebih sukses dan dalam.
“Makna pribadi dan kesan pribadi tentang suatu ayat adalah hal penting untuk memahami dan mempraktekkan suatu ayat”
Salah satu hal yang dialami para sahabat adalah mereka benar-benar mampu merasakan bahwa setiap wahyu yang turun ditujukan kepada kehidupan mereka, menjadi tuntunan dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Untuk dapat meresapi dan mencintai setiap kalimat Allah SWT pada Al Quran tidak hanya cukup memahami arti dan tafsirnya namun, juga mengkorelasikan dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga setiap kalimat tersebut benar-benar meresap ke dalam hati sanubari.
Sesi seminar diawali dengan slide yang penuh pertanyaan. 
Merenungkan Diri
- Siapa aku?
- Darimana asalku?
- Mengapa aku ada di sini?
- Sedang apakah aku di sini?
- Akan ke mana aku menuju?
Menilai diri 
- Apakah hidupku berharga?
- Apa nilai diriku?
- Apakah diri ini bernilai bagi orang lain?
- Apakah diriku di masa depan akan lebih baik?
Meninjau perjalanan hidup
- Mengapa aku terlahir seperti ini?
- Mengapa hidupku begini?
- dsb
Pertanyaan-pertanyaan tersebut membantu kita untuk memahami diri dan maksud penciptaan. Kontemplasi untuk memahami kehidupan. Skala diri, termasuk yang manakah kamu? Keadaan pada level berapa yang sedang kamu alami dan rasakan? Seseorang bisa berada dalam level yang berbeda setiap saat.
1. Hidup ini tidak bernilai. Lebih baik mati saja. ( Titik di mana seseorang tidak dapat bangkit sendiri. Seseorang dalam titik ini sangat membutuhkan bantuan orang lain untuk bangkit.)
2. Hidup saya tidak bernilai. Mengapa Tuhan menjadikan saya seperti ini? (Gelisah, marah, melimpahkan semua pada Tuhan)
3. Hidup saya tidak berharga. Ini karena orang lain merusak hidup saya. (Tidak bisa memahami dan menerima masalah hidupnya lalu menyalahkan orang lain)
4. Hidup saya berharga. Tapi tidak ada yang istimewa. (Biasa saja, datar, kelebihannya seseorang dalam level ini terhindar dari sombong)
5. Hidup saya berharga. Saya ingin memperjuangkannya.
6. Hidup saya berharga. Ada kesulitan dan kemudahan. Saya menerima dan bersabar.
7. Hidup saya berharga. Saya selalu berjuang untuk meraih keberhasilan. (Mayoritas orang yang berprestasi berada pada level ini. Titik di mana logika berjalan dan seseorang bisa terjebak dengan zona nyaman yang menyulitkannya untuk mencapai level selanjutnya?
8. Hidup saya berharga. Allah SWT yang memberikan nikmat bahkan melebihi dari yang saya upayakan. (Konsisten pada jalan yang benar versi Allah SWT. Benar-benar mengamalkan ilmu agama sesuai syariat.)
9. Hidup saya berharga. Allah SWT memberikan banyak hal namun saya belum banyak bersyukur.
10. Hidup saya berharga dan saya bersyukur.
Siapa yang memiliki alasan dari kehidupannya dia akan mempu menjalani setiap permasalahan dalam kehidupan 
Ketika seseorang mengetahi arti hidup dan arti dirinya, makan dia akan menemukan alasan untuk menjalani kehidupan dengan baik. Mengerti bakat dan kekuatan diri akan membantu untuk menentukan karir apa yang sesuai dan bagaimana meraih kesuksesan.
Ayat 84 : Setiap manusia memiliki syakilah (kepribadian) dan Sabilah (jalan) masing-masing. Tiap orang jalannya berbeda. Berhasil dan berharga bukan berdasar perbandingan dengan orang lain, tapi berdasar pada pemberian Allah SWT. Kita harus menemukan jalan kita sendiri.
Ayat 85: Manusia memiliki Ruh terbagi menjadi dua: Alamul Amr (yang sudah jadi, genetis dalam biologi, bakat, pemberian) dan (Alamul Khald (Berproses, karena lingkungan dan faktor luar). Ruh adalah sumber kebahagian. Kita tidak hanya hidup dengan fisik namun juga menjalani kehidupan bersama dengan ruh. Menjaganya agar tetap baik dan memberikan makanan yang baik bagi ruh.
Ayat 83: Dengan segala kenikmatan yang diberikan, ada saja manusia yang tetap berpaling ketika sukses. Sombong dan penuh keluh kesah. Agar tidak sombong harus memahami maksud ayat 84 dan 85.

Baru saja terjadi pertentangan kecil antara kedua teman kemarin sore. Aku, yang saat itu merasa lelah dan sedikit jengah mudah tersulut dan terbawa emosi, mendukung salah satu yang lebih dekat denganku, padahal belum tahu keseluruhan cerita. Yah,, kewajaran pertama adalah kecenderungan untuk memihak kawan yang lebih dekat, atau jahatnya yang lebih bermanfaat. Sore yang kusesali setelah pikiran lebih sadar. Aku yang berusaha untuk memahami setiap orang sering kali malah gagal paham. Bukankah seharusnya aku menelusuri keseluruhan kejadian baru memberikan kesimpulan dan saran? Maaf, ternyata aku masihlah labil dan jauh dari kebijaksanaan.

Begitulah... sedikit cerita yang membuatku berfikir semalaman. Bukannya membuka jurnal untuk revisi thesis, malah asyik membaca buku kepribadian. Aku tidak yakin, aku berjalan di jalan yang benar atau sedang tersesat dan keblinger dengan buku bacaan. Ah,, sudahlah,, kunikmati saja membaca hingga lelah. Meski tak paham banyak.

Aku yang merasa tidak peka ini, mencoba untuk lebih memahami orang-orang. Tapi sulitnya bukan main. Disaat mood sedang jelek, lelah, letih, lesu, lunglai rasanya rasa tidak peduli lebih mendominasi. Kenapa juga aku memikirkan meraka? Toh sendirinya berkepribadian di luar normal atau nalar. Apalagi yang menyimpangnya lebih ke arah negatif dan menjengkelkan orang-orang sekitar. Ada saja, dalam suatu perkumpulan ada orang anomali yang sering jadi bahan gosip karena perilaku dan tingkahnya cenderung kurang disukai. Padahal bisa saja karena dianya tidak peka, polos bin lugu, atau kurang ilmu pengetahuan cara berinteraksi dengan orang. Atau mereka adalah orang jenius dengan dunia sendiri atau bahkan seseorang dengan pemikiran liberal. Banyaklah jenis anomalinya. Alih-alih memberi saran justru jadi bahan omongan dibelakang. Memuakkan kadang... tapi apa boleh buat, aku seringkali juga terbuai sedapnya gosip. Aku bukan si baik hati tanpa dosa.

Melihat seseorang sebagai individu, lalu memahami mereka satu-satu itu sungguh berat kadang. Lebih mudah jika memandang mereka dalam satu keseluruhan, bahwa manusia sejatinya banyak cela. Pasti ada kurang dan lebihnya, baik buruk tingkahnya.

Aku sendiri tidak pandai bicara, hanya mencoba memahami dan tidak memperburuk situasi. Mungkin golongan orang yang tidak bisa banyak memberi saran, hanya mungkin bisa jadi pendengar. Yah.. untuk sementara hanya itu yang bisa kulakukan. Mencoba lebih sabar dan mengerti. Juga... lebih melihat sisi baik orang-orang. Ah.. terdengar naif.. BIarlah..

Kalau kamu... orang yang seperti apa? Apa yang kamu pikirkan tentang hubungan dan sikap orang-orang?