Pencarian Anggrek Bulan (My Friend "T")

Ini bukan kisahku. Tapi seorang teman dengan inisial Twinkle2. Sedikit flash back, inisial ini diberikan ketika dia mendedikasikan diri sebagai mata-mata yang mengemban tugas untuk menghianati kepercayaan kelompok. Sukses membuatku menunggu dengan perasaan nano-nano (cemas, tidak sabar, kesal, berharap) pada perlombaan estafet kelas. Menunggu dia membawa kelereng agar aku bisa melanjutkan permainan. Alhasil, atas usahanya mengulur waktu, kelompok kami menanggung kekalahan telak. Oke, sudahlah, aku tidak akan melupakannya.

Kembali pada cerita utama. Perjalanan skripsi untuk meraih gelar sarjana yang berliku-liku diwarnai kesulitan dan kegagalan. Dimulai dari penyusunan proposal yang memakan waktu cukup lama. Karena meskipun proyek, belum adanya metode yang jelas mengharuskan Twinkle2 bersabar. Hingga metode yang digunakan pasti. Akhirnya, setelah bergelut dengan kertas, tinta printer, jurnal, dan revisi dosen, dia bisa menyelesaikan seminar. Horaaaii \^o^/......

Itu adalah awal dari perjuangan. Penelitian belum bisa dimulai. Bahan yang diperlukan, anggrek bulan P. amabilis belum ada. Berbilang bulan untuk mendapatkan bahan tersebut. Dimulai dengan berkelana langsung di UGM. Perjalanan panjang dan melelahkan demi sebotol anggrek (panjang dan melahkan karena berjam-jam jalan kaki ke Fakultas Biologi). Tapi akhirnya musnah karena terkena kontaminasi. Musuh bebuyutan sepanjang jaman untuk teknik kultur jaringan. 

Pencarian dilanjutkan dengan menelusuri dunia maya. Menelpon satu-persatu nomor yang tertera di web. Semua yang memiliki kemungkinan ada bibit anggrek.Ttoko anggrek, balai benih, tempat penelitian, kebun raya, di jogja, bogor, hingga malang. Bahkan sampai terjadi lingkaran informasi yang berujung nihil. Awalnya dia bertanya pada A, tapi A tidak punya stok. Akhirnya bertanya pada B, karena B tidak ada stok Twinkle2 diminta bertanya pada A. Dalam hati "Plis, udah dari dulu cari di sana dan gak ada...!"

Pencarian pada dunia maya nihil, dia bertanya pada dosen. Dosen tersebut menyarankan untuk mencari di USB. Lama sekali menunggu dosen USB mengajar. Ketika selesai dan bertanya, ternyata bahan tersebut tidak ada. Beliau menyarankan untuk pergi ke UGM. Dalam hati "Plis, itu adalah tempat pertama yang dikunjungi..!"

Ahirnya, ganti bahan. Dari Anggrek P. amabilis menjadi hybrid. Kembali ke dunia maya dan memesan satu botol seharga 100 ribu. Cobaan tidak berhenti sampai disitu. Proses pembelian dan pengiriman juga bermasalah. Dari harus tiga kali transfer pada atm yang berbeda karena gagal, lalu ketika berhasil malah tidak ada struk pembayaran, hingga keterlambatan kedatangan paket. Ketika paket datang, aku yang menerima. Senang sekali,,, akhirnya,, aku tahu betapa sulitnya mendapatkan anggrek ini. Aku buka dengan hati gembira,,, tapi aku kaget dengan isinya. Berantakan. Karena takut mati aku segera menghubungi Twinkle2. Besok harus segera ditanam, tapi besok hari minggu. Untung saja salah satu teman ada yang lembur. Nebeng nanam. Kesulitan belum berhenti. Ketika sampai di depan lab, kuncinya patah. Kami menghela nafas dan mendoakan pak satpam supaya pintu lab bisa dibuka. Akhirnyaaa,,, terbuka dan kami menanam dengan hati was2. Takut terkontaminasi.

Beberapa hari kemudian, apa yang ditakutkan selama ini benar terjadi. Semua yang ditanam hari minggu terkena jamur. Artinya tidak bisa digunakan. Apakah harus beli lagi? Atau bagaimana? Cerita ini belum berakhir...

Untuk mahasiswa yang mengambil kultur jaringan, sebaiknya segera saja seminar. Karena akan menyita banyak waktu. Begitu pula yang aku alami dan rasakan.

Semangaaaaat.... twinkle2... ^^

No comments:

Post a Comment