Riview Film Bumi Manusia, Menonton Karya Sastra Ala Anak Muda



Sumber IG Falcon Picture


Bumi Manusia, salah satu buku dari Tetralogi Plau Buru merupakan karya Pram yang menjadi legenda hingga manca negara. Diterbitkan dalam 34 bahasa, Tetralogi Pulau Buru menjadi karya sastra yang merekam sejarah kelam perjuangan.

Sastrawan Eka Kurniawan yang menulis buku tentang Pram mencatat, Tetralogi Buru merupakan upaya Pramoedya Ananta Toer untuk menjawab: apa itu menjadi Indonesia.

Sempat ragu dengan kemampuan Iqbaal memerankan Minke. Sosok Dilan dengan gambaran anak milenial yang jago merayu masih melekat pada dirinya. Rasanya kontras sekali dengan sosok Minke sebagai pribumi yang lebih dewasa dan elegan sebagai keturunan jawa, juga cerdas sebagai seseorang terpelajar.

Setelah menikmati adegan demi adegan, keraguan itupun sirna. Iqbaal mampu menghidupkan Minke menjadi tokoh yang bisa dinikmati oleh kaum milenial hingga penggemar karya-karya Pram. Iqbaal mampu menjadi Minke dengan karakter yang kuat sebagai tokoh utama dalam film.

Bumi manusia adalah karya sastra yang terbilang cukup lama beredar. Meskipun termasuk karya fenomenal tapi bukan buku yang hits kekinian bagi anak milenial. Film Bumi Manusia menjadi film adaptasi karya sastra yang enak untuk ditonton anak muda, bahkan bagi mereka yang belum membaca bukunya.

Studio Gamplong, tempat sebagian besar film Bumi Manusia dibuat turut menjadi destinasi wisata yang hits di Jogja. Hanung tidak hanya memasarkan filmnya dengan iklan, tapi juga mengangkat film Bumi Manusia dengan memperkenalkan tempat film tersebut dibuat sebagai tempat wisata. Jauh sebelum film itu beredar di masyarakat.

Tone warna kuning oranye yang dipilih menjadi warna film menghadirkan gambaran masa lalu tapi segar untuk dilihat. Pemakaian tiga bahasa sekaligus, Indonesia, Jawa dan Belanda juga menjadi daya tarik bagi pemburu quotes. Kamu bisa mencatat atau mengingat beberapa kalimat bahasa Jawa dan Belanda untuk membuat status. Kalau sulit banyak quotes terkenal Pram yang dihadirkan dalam film. Seperti memang disajikan bagi milenial demi kebutuhan media sosial.

Pemilihan Iqbaal sebagai pemeran Minke juga salah satu cara untuk menarik minat penonton milenial. Anak sekarang yang katanya mulai malas membaca buku, apalagi karya sastra yang berat sekelas Pram, dibuat tertarik menonton karena ada Iqbaal.

Kisah cinta Annelies Mellemma dan Minke diawali dengan adegan-adegan yang membuat penonton terbuai dengan rayuan dan frame-frame lucu. Scene ketika Minke tiba-tiba mencium Annelies menjadi bagian yang membuat penonton tersenyum berpadu dengan perasaan ikut kesengsem. Sungguh awal yang bahagia.

Menit demi menit berlalu, film dengan durasi panjang sekitar 3 jam ini benar-benar menguras emosi. Adegan demi adegan yang menggambarkan perjuangan dan kesedihan membuat banyak penonton, termasuk saya berderai air mata. Bukan hanya kisah cinta yang kandas tapi gambaran kehidupan pribumi pada masa kolonial menyayat hati dan memuakkan.

Memuakkan bagi mereka yang mengejar kekuasaan dengan berbagai cara bahkan mengorbankan kaum sendiri. Salah satunya adalah awal mula kisah Bumi Manusia. Sanikem, nama asli Nyai Ontosoroh dijual bapaknya demi mendapat jabatan. Kecewa dan dendam menjadi kayu bakar Nyai Ontosoroh untuk belajar dan menjadi sosok manusia yang beradab. Nyai Ontosoroh menjadi wanita pribumi yang cerdas dan berani. Cerdas mengelola perusahaan dan berani melawan ketidak adilan. Pada umumnya saat itu wanita pribumi hanyalah keberadaan yang rendah dan tidak dipandang.

Minke dan Nyai adalah sosok sentral yang memberikan teladan keberanian, kebebasan dan perjuangan. "Saya hanya ingin jadi manusia bebas, Bu. Tidak diperintah dan juga tidak memerintah, Bu," demikian ucapan Minke kepada ibunya. Sosok wanita jawa yang lebih kalem, anggun namun juga kuat. Dalam film ini penonton bisa melihat dua sosok wanita hebat dengan karakter yang berbeda. Nyai dan Ibu Minke adalah bukti betapa seorang Ibu begitu menyayangi anaknya.

Film Bumi Manusia, bagi saya sudah mampu menghadirkan babak-babak penting dalam novel karya Pram. Bukan hanya bagi para penggemar sastra tapi juga menjadi sajian menarik bagi milenial. Benar-benar tiga jam yang tidak sia-sia. Menembus lorong waktu peradaban membaca sejarah bangsa melalui wahana layar lebar.

4 comments:

  1. Bumi Manusia karya Pramoedya memang memiliki kekuatan narasi yang kuat. Tapi dengan media berbeda, yakni film, pasti juga ada perubahannya. Bila dibandingkan dengan film-film yang saya tonton di Pawonkidulan sangat menonjol di film ini. Overall film Bumi Manusia karya Hanung layak diapresiasi.

    ReplyDelete