Prema Priyata Kama, Aku Juga Belum Paham Apa Artinya


Minggu, 19 Januari 2019. Tiba-tiba seorang teman menghubungi, katanya mau ketemu. Kira-kira sudah 8 tahun kami tidak bertemu secara langsung. Hanya berteman di media sosial. Amazing banget dia hanya beberapa jam ke Jogja untuk bertemu denganku.

Amazing lagi dia masih ingat dulu jaman SMA aku suka nunggu bus pagi-pagi sendirian sambil baca buku. Salah satunya Harry Potter. Gimana lagi, koleksi perpustakaan gak ada buku filsafat! Kalau ada, ya aku tetep baca buku Harry Potter. Haha ...

Dulu sungkan menyapa, karena tidak hanya terlihat pendiam dan cuek, aku juga tampak galak dan sinis. Sampa dia heran aku bisa bercanda ketika ngobrol langsung.

Astaga.. baik aku tuh, cuma bakat jahat aja. Sombong dari DNA.

Kita sama-sama bekerja di industri kreatif. Aku menulis dan dia di dunia musik. Temanku ini gak nyangka sebagai cewek aku bisa bedain Noise dan Undergroud. Juga lebih suka kopi tubruk 5 ribuan dari pada ala café.

Enak tur murah loh ya.

Aku membayangkan, persona seperti apa yang terbentuk di imajinasinya tentangku. Ini menarik juga.

Kami membahas banyak hal. Tentang idealis dan realitis. Karena kami sama-sama bekerja di dunia kreatif. Dia bidang seni. Kalau mau idealis gak banyak uang, kalau ngejar uang harus kurang-kurangi idealis. Ikut saja maunya klien.

Buat kamu yang idealis kan juga harus realistis toh? Uang bukan segalanya memang. Tapi ya tetep butuh. Ngopi butuh duit Rek … Rokok an ya butuh duit, bagi yang merokok.



Aku sendiri, punya beberapa platform untuk menulis. Ada yang khusus buat kerja ada yang suka-suka. Bahkan media sosial juga. Ada yang buat umum ada yang very privat. Temanku ini salah satunya yang ada di circle media sosial very privat. Dia bilang, aku punya sisi yang sangat berbeda.
Ya, aku memang punya beragam topeng persona. Kubilang padanya, aku malas menjelaskan. Yah, lebih mudah menyesuaikan.

Temanku ini melihatku melakukan apa-apa yang aku suka dengan ‘lancar’. Kesannya baik-baik saja hidupku ini. Sekolah, kuliah, beasiswa, kerja, semua seperti mengalir begitu saja.

Unch, tentu saja kubantah. Mana ada hidup sempurna baik-baik saja.

Soal pencapaian, kita juga membahas soal jadwal dan waktu. Bagiku, hidup itu santai tapi selesai. Tetap punya jadwal mau ngerjain apa. La yang dijadwal aja suka meleset apalagi kalau gak ngatur jadwal toh?

Bagiku hidup yang santai itu bukan berarti mengalir begitu saja ikut arus. Tapi juga mikir mau lewat arus sungai mana, kecepatannya berapa, ada batu di sebelah mana, ada buaya apa gak dan sebagainya. Tetap bekerja keras dan sungguh-sungguh, tapi kalau gagal ya udah sih. Nah, santainya di sini. Usaha ya tetep.

Pertanyaan yang gak kuduga dari dia adalah arti Prema Priyata Kama. Aku dapet dari buku. Udah lupa lagi bukunya apa. Dia nanya, kenapa dari ‘Hidup seperti semilir angin, meyejukkan meski hanya sesaat’ ganti jadi ‘Prema Priyata Kama’.

Aku baru nyari artinya setelah dia tanya loh. Awalnya mau aku bahas ditulisan ini. Ternyata susah banget nyari referensinya. Dapet sih, tapi susah juga dicerna. Kalau ada yang bisa jelasin atau ada referensi bisa komentar yak. Heuheu …

Jadi tiga kata itu ambil dari sebuah buku. Artinya sama-sama cinta. Di buku itu.

Prema (Cinta kepadaNya), Priyata (Cinta alam semesta), Kama (Cinta manusia). Kenapa aku ganti, karena Hidup seperti semilir angina itu ide yang aku dapat ketika aku berfokus pada diriku sendiri. Pencarian yang titik utamanya adalah aku dan apa yang bisa aku lakukan. Yah, menyejukkan meski hanya sekejap itu artinya aku hanya ingin bermanfaat dalam hidup yang singkat. Saat itu.

Perjalanan-perjalanan membawaku pada pemahaman tentang hubungan dalam kehidupan. Aku, alam semesta dan Tuhan. Saling terkait. Lalu cinta adalah kekuatan luar biasa yang dianugerahkan Tuhan pada segala ciptaanNya.

Jadilah pas nemu Prema Priyata Kama akan menjadi pengingat tentang hubungan Cinta Tuhan, Semesta dan Manusia. Yang bisa saja aku pelajari sampai mati.
Terimakasih ya Bro, untuk percakapan yang seru. See u …

No comments:

Post a Comment